💗 Kuliah Daring, Mahasiswa di Luwu Harus Panjat Pohon dan Naik Gunung 💗
Sartika, salah seorang mahasiswi di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, terpaksa harus memanjat pohon agar mendapatkan signal untuk mengikuti perkuliahan online. Sartika mengaku kondisi tersebut sudah dilakukan sejak dikeluarkannya kebijakan kuliah secara online di rumah akibat pandemi corona (Covid-19).
Baca Juga :
💗 Valeria Levitin, Dinobatkan Sebagai Wanita Terkurus di Dunia Tubuhnya Tinggal Kulit dan Tulang💗
Bahkan, mendapat jaringan internet harus menempuh perjalanan satu hingga dua jam untuk mendaki perbukitan. “Kami sengaja mengunggah di Instagram curhatan kami mahasiswa di kampung ini yang harus bertaruh mencari signal demi menyelesaikan tugas kuliah,” kata Sartika saat ditumui di lokasi,
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan dampak yang signifikan dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat. Salah satunya dalam aspek pendidikan. Masyarakat dapat dengan mudah memperoleh pengetahuan atau wawasan dari internet. Banyaknya sumber yang tersebar di internet memungkinkan masyrakat dapat mengaksesnya melalui smartphone atau gadget.
Dan kini Indonesia tengah dihadapkan dengan tantangan era revolusi industri 4.0. Tak hanya sektor ekonomi, sosial, dan teknologi, namun sektor pendidikan kini juga mau tak mau harus dapat beradaptasi dengan era ini. Perkembangan itu mulai dimanfaatkan oleh beberapa perguruan tinggi di Indonesia dalam penyelenggaraan program pendidikannya. Program tersebut dikenal sebagai program kuliah daring atau sistem e-learning/ online learning.
Baca juga ;
Kuliah daring sendiri dapat di pahami sebagai pendidikan formal yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang peserta didiknya dan instrukturnya (dosen) berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan berbagai sumber daya yang diperlukandidalamya.
Dan saat ini Kemenristekdikti pun sedang menggodog agar penerapan cara perkuliahan baru ini bisa maksimal di perguruan tinggi (PT) di Indonesia.
Mahasiswi Universitas Cokroaminoto Palopo bersama rekannya yang lain menjadikan tempat tersebut sebagai kampus alam. "Sebelum kami naik ke gunung, biasanya kami patungan dulu untuk beli pulsa data sebelum kami bersama kawan mahasiswa lain di desa ini," ucap Sartika. Selain masalah signal internet, terkadang mereka harus mencari tempat berteduh ketika hujan deras.
“Kendala yang kami alami jaringan yang lambat loading, kuota internet tidak memadai. Belum lagi kami harus menanjak saat bulan puasa ini, jadi kami kadang kurang fit,” ujar Sartika.
Demi menyelesaikan tugas kuliah, mereka terkadang bertahan di tempat tersebut hingga larut malam. “Ada mata kuliah pagi ada juga sore, jadi kami disini smapai sore online, kadang juga sampai tengah malam karena ada tugas yang harus diselesaikan, jadi kadang sampai pukul 23.00 Wita baru kembali ke rumah bersama teman-teman, termasuk saat buka puasa,” tutur Sartika.
Baca juga ;
Sementara itu, Kepala Desa Rante Alang Rosmawati mengakui, jaringan komunikasi di desanya kurang memadai. “Kami sendiri dalam membuat laporan selalu terlambat, karena sekarang apa-apa sistem online, jadi kami kadang ke gunung kerjakan laporan, kadang juga terpaksa harus ke kota,” tambah Rosmawati.